Sunday, July 3, 2011

Wisata Religi; Jogja, Magelang, Jogja, Klaten

Hari mulai sore, agenda di kampus selesai, teman mengajak meluncur ke Maguwoharjo untuk menyelesaikan urusan pembuatan jaket. Dalam perjelanan, Hp berdering ada sms masuk dari salah satu arek Matrik Jogja, isinya mengejak menemui rombongan lulusan kelas 3 Aliyah Trbakti melakukan wisata religi (ziaroh Wali Songo) yang merupakan ritual tahunan setiap lulusan Matrik. Informasi nda2k-an gini membuat agenda di Maguwoharjo harus dirampungkan durasi 30 menit. Sungguh menjengkelkan bila ada kegiatan menda2k gini, kurang sistematis dan gak menarik jalaninya.
Perjalanan pulang dari Maguwoharjo, komunikasi tetap berjalan menagatur perjalanan ke Gunung Pring Muntilan Magelang. Gerbang kampus UIN disepakati sebagai tempat berkumpul, setelah berkumpul semua, perjalanan lanjut ke gunung Pring.  Perjalanan senja arek Matrik Jogja masuk daerah Muntilan, muter cari lokasi sambil bertanya-tanya sama orang, maklum lama tidak mampir.
Akhirnya sampai juga, ketika dunia mulai gelap, suasana gembira tak terhingga saat bertemu teman-teman lama. Cuma beberapa menit ketawa-ketiwi lanjut menuju makam Raden Santri untuk mengikuti do'a bersama. Kemudian turun kembali sambil istirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan menuju Sunan Bayat Klaten.
Melepas lelah dan dinner bareng teman-teman, senang betul dapat sharing banyak hal. Seiring waktu yang terus berputar, rombongan harus mempersiapkan diri melanjutkan pejalanan ke Klaten. Arek Matrik Jogja pun sepakat lanjut sampai ke Klaten, mumpung bisa ritual bersama. Perjalanam Magelang-Klaten di tempuh selama satu jam lebih. Cuaca dingin tak jadi halangan demi momentum bersama ini. Belum tentu dapat terulang lagi momentum seperti ini. Beginilah bahagianya bila bertemu seseorang yang pernah hidup bersama di pesantren.
Perjalanan ke Klaten agak telat sampai di lokasi Sunan Bayat, karena tunggannya tidak bisa lari kenceng. Tapi tak apalah, yang penting bisa sampai tujuan dengan selamat. Tak jauh beda seperti cari lokasi Gunung Pring, nyari lokasi Sunan Bayat pun sempat muter-muter dan tanya-tanya masyarakat sekitar. Teman-teman dari Jogja yang lebih dulu tiba dilokasi tak henti-hentinya sms dan telfon menanyakan keberadaan arek Matrik Jogja yang bersama rombongan dari Muntilan.
Tiba di Sunan Bayat, teman-teman ketawa termehek-mehek tau kita muter-muter cari lokasi makam. Karena lama tak mampir, betul-betul lupa jalan. Padahal waktu kita tanya pada penjaga warnet, lokasi makam hanya 50 meter, tinggal masuk gang, sampe' deh. Begitu sengsaranya  malam itu.
Sambil melepas lelah dan ketawa-ketiwi di warung, rombongan sudah naik terlebih menuju ke makam Sunan Bayat. Setelah istirahat di warung dikira cukup, melanjutkan naik menuju makam menyusul rombongan. Tiba di makam kondisinya sudah tidak muat lagi, sudah dipenuhi rombongan Matrik dan peziarah lain. Nyelempit dipojoan tak masalah, yang penting masih ada ruang untuk berdo'a bersama. Walau desek2an, kebersamaan selalu membuat kita bahagia. Inilah keindahan bersama para sehabat.
Berdo'a bersama di makam rampung, saatnya muter-muter sekeliling makam Sunan Bayat sambil menikmati rembulan yang menampakkan cahaya kekuning-kuningan dan tak sempurna. Kedip-kedip bintang menyempurnakan cahaya rembulan dan membuat malam terasa indah. Rombongan melanjutkan ke tempat yang telah disediakan panitia untuk melanjutkan agenda perpisahan teman-teman Matrik kelas 3 Aliyah 2011. Jadi teringat peristiwa 6 tahun lalu, ditempat ini teman-teman angkatanku menumpahkan air mata sejarah dalam hal yang sama (perpisahan). Walaupun bagiku, malam perpisahan tidak begitu menarik, tapi bagi adik-adik kelas 3 Aliyah memiliki kenangan tersndiri. Karena inilah sejarah mereka sendiri yang diukir bersama.
Perpisahan sudah, kembali turun menuju bis sambil belanja apa yang menarik untuk dibawa pulang. Saat rombongan sudah memasuki bis perjalanan dilanjutkan pulang ke Kediri. Suasana menjadi sedih karena harus berpisah. Arek2 Matrik Jogja juga bersiap-siap pulang ke Jogja dengan suasana.
Jarum jam menunjukkan pukul 12:00 WIB, 45 menit diperkirakan tiba di Jogja. Kondisi cuaca malam sangat dingin menusuk-nusuk ke tulang. Tak terduga, dalam perjalanan salah satu rombongan dari Jogja terjatuh masuk ke kali di pinggir sawah. Ini terjadi saat dalam kecepatan lumayan kencang, tiba2 ada tikungan maut yang tak disadari karena jalan sangat gelap, dan hanya ada penarang dari lampu motor.
Aku turun membantu, motornya masuk kali yang tidak airnya, pengendaranya terbang agak jauh dari motor. Tertawa sambil agak prihatin. Orang-orang yang melintas membantu menaikkan motor, sedikit kerusakan. Kaca sepion hilang semua, setelah dicari sama-sama, ditemukan juga.
Perjalanan lanjut dengan kecepatan rendah, yang penting sampai tujuan dengan selamat. Sampai dibawah jembatan Janti, kita berpisah menuju kediaman masing-masing. Lelah, itu yang terasa. Jogja-Magelang-Jogja-Klaten. Sungguh melelahkan.
Sekian sekelumit cerita ini.

Saturday, May 7, 2011

MASALAH


Bangun dari tidur bergegas mandi pagi untuk meluncur ke kampus. Tak seperti biasanya, kali ini brangkat lebih awal. Tiba di kampus langsung menuju ruangan yang dituju untuk menyerahkan naskah. Ternyata pintu masih tertutup rapat, belum ada yang datang. Sambil menunggu dan mengisi waktu, baca koran deket perpus. Jarum jam terus berputar, akhirnya ketemu juga dengan yang dicari. Sedikit terobati penantian ini.

Setelah naskah diserahkan, persyaratan dan tanda tangan di isi, beres sudah urusan. Selesai urusan, tinggal langkah selanjutnya. Disini masalah mulai muncul, ribet, rancu? so pasti. Selain harus mengikuti prosedur, di lempar sana-sini, semua telah dipenuhi, di tunda lagi. Terkadang, "harapan tidak sesuai dengan realitas yang dihadapi".

Itulah sekelumit kisah hidup berhadapan dengan birokrasi. Seperti apa rumitnya harus dihadapi. Yang ingin penulis sampaikan dalan tulisan ini, perlunya kita menghadapi masalah dengan arif dan rasional, agar hasilnya baik. Masalah itu bagian dari desain hidup yang sengaja direkayasa Tuhan dalam menguji kualitas hamba-Nya. Begitu yang biasa kita dengar. Diakui atau tidak, adanya masalah yang mampir dalam hidup kita, menjadikan kita lebih kreatif dan produktif. Dengan masalah yang kita alami, kita akan belajar untuk langkah-langkah berikutnya. Dengan masalah kita dapat mengukur sejauh mana kemampuan kita menyelesaikannya.

Bukankah Tuhan itu menguji seseorang sesuai dengan kemampuannya? Penyikapan terhadap suatu masalah yang melibatkan kepentingan orang banyak juga harus melalui musyawarah (diskusi), supaya hasilnya memuskan semua pihak. Jangan sampai dalam menyikapi masalah dengan penuh emosi, karena hasilnya sangat tidak baik. Hal ini bisa kita lihat masalah yang terjadi akhir-akhhir ini, kekerasan menjadi 'cara' dalam menyelesaikan masalah. Sungguh biadab bukan, sampai saudara sendiri tersakiti karena lebih mendahulukan ego dan emosi dalam menyikapi masalah.

Akhir tulisan ini, penulis ingin menegaskan, sejak manusia diciptakan sudah bermasalah. Jadi, jangan pernah takut menghadapi masalah. Karena selama manusia masih bisa bernafas, masalah akan tetap mampir dengan varian bebeda. Penulis kutip pernyataan Prof. Dr. Musa Asy'ari, "semua masalah itu sesunggunya berpangkal pada diri sendiri. Manusia adalah pusat segala masalah, hidup menghadapi masalah dan matipun merupakan masalah. Makin banyak dan makin besar masalah yang dapat diselesaikannya, maka akan makin besar pula kualitas dirinya". Sekian, semoga manfaat…!!!

Oleh: Firman Daeva

Lihat Coretan yang lain disini: http://www.kompasiana.com/daeva

Saturday, February 12, 2011

Syair Rindu

Saat menatapmu
ku arahkan pandanganku
padamu.
Detak.Kan jantungku panggil namamu dalam mimpiku.
Saat mata terlihat sosokmu hatiku berlari
ingin mengejarmu yang tak semu.
Denting denting cinta berbunyi mengetuk Istana jiwa yang sepi.
Duhai raga yang dirindu
pancarkan secercah sinarmu untuk hilangkan hausku akan rinduku padamu.
Duhai raga yang dikasih

Friday, February 11, 2011

Bangga Aku Jadi Santri Lirboyo

Ketika ku menapakkan kaki di pesantren
begitu tersohor ternamakan
Lirboyo dari berbagai kalangan
tak tua tak muda tak juga siapapun
Datang dari plosok manapun
berniat ilmu agama bisa dikemban
saat itulah kedua mataku tertuju pada pandangan
kelangkaan yang terjadi dimanapun
interaksi modern yang biasanya digenggaman tangan
kutinggal jauh agar aman dari keamanan
begitu terasa beratnya itu alat modern di tinggalkan
Tapi, memang itu peratiran yang seharusnya dikemban
tanpa berontak dalam ucapan dan perbuatan
Memang iri melihat anak anak luar kesana kesini berpergian
bergandeng masing masing pasangan
alat modern pun siap digenggaman
melihat itu didalam diriku tak ada kekecewaan
ataupun takut ketinggalan abad modern
Karena saat itupun
timbul didalam jiwa ini akan kesemangatan
tak ada kebimbangan diri ini menapakkan kaki di pesantren
karena ku tahu kan ku pegang kembali abad modern
bersama ku kembannya akan ilmu ilmu islam penuh kesyariatan

Ketka diriku berada sudah di timur tanah Jawa
tak henti ku bermuwajjahah kepada-Nya
berharap keagungan drajat-Nya
berbagai macam ilmu alat kupelajari dari masyaikh masyaikhnya
sampai sampai ku hapal berbagai kitab salafnya
mulai jurmiyah, tashrif, imrithi, hingga Alfiyah tak terasa
Imam Ibnu Malik karya monumentalnya
Kebingungan terus menyerang otak kanan kiri secara bersama
apalah daya itu sudah kehendak-Nya
bingung bersama teman teman semasa angkatan sekolahnya
saat itupun ku bangga
menjadi santri dipesantren ternama
yang selalu hidup serba apa adanya
tak seperti kalangan anak luar lainnya
yang hidup tanpa ada tekanan jiwa
yang membuatku selalu tak berdaya
terbata bata tuk selalu mengembannya
Karena ku yakin hidup apa adanya
akan membawa diri pada hidup bahagia
di akhirat dan dunia
bersama umat nabiyyuna
yang dititipkan rosuluna
berhijrah selalu sebagai hamba-Nya
menuju maqom-maqom-Nya
berlomba-lomba mengharap ganjaran pahala

Saturday, January 22, 2011

MANUSIA TAK BISA APA2

Hidup ini sementara,
kenapa mesti saling menyakiti
”. (Iwan Fals)

Musibah, itulah kata yang populer dua pekan ini. Tsunami, gempa dan gunung merapi menjadi buah bibir manusia sejagat. Pemimpin di caci dan dihujat, karena kurang tanggap, demikian para kritikus berkelekar. Aksi kemanusiaan tersebar di setiap perempatan jalan dan tempat umum. “Karena kita saudara, kita pun merasa“.

Alam bergerak sesuai sebabnya. “Kadang ia ramah, kadang pula ia murka”. Manusia sebagai makhluk yang berkuasa di bumi, kadang lupa akan tugasnya tuk menjaga alam semesta ini. Itu sebabnya alam pun “tersenyum” dengan gayanya sendiri. Alam mengingatkan manusia agar tidak semena-mena menganiyayanya. Kalu manusia tidak peka dan masih semaunya sendiri mengeksploitasi, alam pun tak segan-segan ‘membentak’ manusia sampai manusia menjerit-jerit. Inilah pelajaran berharga, agar manusia kembali bersahabat dengan alam.

Bau mayat bertebaran, akibat hempasan air dari laut. Manusia tak bisa apa-apa. Jogja sejenak, di hujani debu, saat manusia sedang terlelap. Mereka panik, menutupi hidung dengan masker. Alam betul-betul membuat manusia panik.


Tuhan, maafkan hamba_Mu yang slalu angkuh atas segala karunia_Mu…!!!
Wisma Kalingga, 02.11.’10/00:57
by: firman daeva

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More